Jaringan GusDurian Lombok dan para seniman NTB, suara keberagaman dan kebersamaan dirayakan. Nyanyian dan Shalawat Nabi digaungkan, begitu menggema area keramian didepan Taman Budaya Mataram NTB.
Mereka berkumpul disebuah warung bambu berlabel Warung Jack (Warjek) Mataram. Ada tokoh agama, budayan dan seniman, birokrat ASN, penulis buku, Dosen, pemuda Hindu, Nasrani, Komunitas, Organisasi, Lintas etnis dan Lintas agama se Kota Mataram.
Warung sederhana ini bak panggung megah. Tata artistik lampu, alat musik menyempurnakan arena. Gusdurian Lombok menggagasnya untuk Peringatan Hari Toleransi Internasional 2019.
Diawali pembacaan puisi bertema sosial oleh Zaini Mohammad. Helai demi helai kertas putih berisi bait toleransi dan intoleransi yang ia baca memukau penonton hingga terdiam menikmatinya.
Semakin menarik acara ini saat Koordinator Gusdurian Lombok Fairuz Abadi dikalangan seniman dan budayawan dikenal Abu Macel mengurai kata yang dirangkai dengan bait-bait puisi. Iapun mengajak semua yang hadir berdiri dan mengucapkan Shalawat sebagai nyanyian kerinduan untuk Sang Rasul.
Usai berpuisi yang diiringi petikan dawai guitar dari penyanyi Yodi, pria yang malam itu dipanggil Gus Fai, mengatakan acara ini merupakan tindak lanjut pertemuan di Yogyakarta dalam rangka rakornas GusDurian. Toleransi ini merupakan isu yang menjadi perhatian Gusdurian.
Kata Fairuz, ada kegelisahan yang mengusik kebersamaan dan keberagaman bangsa ini. Bangsa yang terdiri dari suku bangsa, agama, bahasa dan budaya yang berbeda dari Sabang hingga Merauke.
Toleransi dari penduduk yang bermukim di gugusan pulau yang disatukan oleh Nusantara ini, antara sesama manuasi dan bangsa sudah selesai. Keberagaman kita itu pilihan. Sehingga ia menegaskan perbedaan itu hak namun jangan mengalahkan kewajiban untuk bersatu.
Maka malam ini, Pikiran gusdur yang baik, perjuangan GusDur tetap hidup dan mengawal pergerakan kebangsaan Indonesia. Tentunya dilandasi 9 Nilai pemikiran Gus Dur. "Perbedaan itu biasa, namun jangan ribut, masalah toleransi dan intoleran terletak pada pemikiran kita," tuturnya.
Pada Peringatan Hari Toleransi Internasional 2019 di Lombok inipun dihadiri juga oleh Gus Beny dari Jombang dan Maskan Koordinator Gus Durian Provinsi Kepulauan Riau. Kebetulan kedatangannya ke Lombok untuk silaturahmi dengan salah satu tokoh NU NTB TGH M. Mustiadi Abhar.
Iapun mengajak para Gusdurian Lombok menyanyikan lagu syukur dan menyuarakan Shalawat Nabi bersama. Nada kerinduan itupun serentak bersama diucapkan dengan gesekan dawai Biola dan Gitar.
Acara ini ramai dan riuh ditengah penonton yang menjadi bintang panggungnya. Zaini Mohammad seniman berambut gondrong yang mengawal rangkian acara sejak awal, satu persatu tokoh muda NU, dosen pun dipanggil untuk tampil bercerita tentang toleransi menurut persepsinya masing-masing atau berpuisi bahkan bernyanyi bila mampu.
Sedangkan Majas Pribadi mengatakan toleransi itu membiarkan orang bahagia, senang ataupun sejahtera. "Kalau tidak itu Intoleran namanya," kata Pri.
"Kita akan tetap bertemu kembali dalam balutan kesederhanaan Gusdurian di pentas lain waktu," tutup pria Gondrong bersarung kotak-kotak itu. (**)
Komentar